Kamis, 05 Mei 2016

Bahasa Ngapak Bahasa Banyumasan

BAHASA NGAPAK BAHASA BANYUMASAN


Ngapak adalah dialek yang di gunakan di wilayah barat Jawa Tengah dan memiliki logat yang  berbeda dengan bahasa jawa pada umumnya , ini di karenakan bahasa Ngapak Banyumasan masih terkait erat dengan bahasa jawakuno Atau kawi . bahasa Ngapak terkenal dengan bicaranya yang khas , dialek ini kemudian di kenal dengan dialek Ngapak Banyumasan .
Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur.

Dibandingkan dengan Bahasa Jawa (Yogyakarta atau Surakarta) dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya enak oleh dialek lain bunyinya "ena" sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca "enak"dengan suara huruf  'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak. dan dialek banyumasan digunakan oleh Masyarakat Sekitar Banyumas ( Banyumas , Purbalingga , Banjarnegara , Cilacap , Kebumen , Tegal , Brebes , Pemalang , Pekalongan , Slawi , Wonosobo ) bahkan sebagian kosakata Ngapak juga di pakai di wilayah Banten Utara dan Cirebon.

itulah sekilas tentang pengertian tentang Dialek ngapak , dialek Banyumasan yang saya gunakan. karena saya Juga Berasal dari Banyumas , kota kelahiran saya dan tempat saya di besarkan . lalu  kenapa saya tiba-tiba menulis artikel tentang bahasa daerah saya? itu karena kecintaan saya terhadap daerah tempat saya berasal dan sebagai sarana untuk mengeluarkan unek-unek saya karena gak sedikit dari mereka yang menganggap bahasa kita adalah bahasa "Aneh" dan gak sedikit dari mereka menertawkan bahasa kita. saya merasa sedikit bingung ketika saya bertemu dengan orang yang menertawakan saya dengan bahasa yang saya gunakan. padahal saya gak sedang  melawak atau membicarakan sesuatu yang lucu . kenapa mereka tertawa ? apanya yang lucu? terusterang saya agak tersinggung dan agak sedikit marah . yang jadi pertanyaan kenapa mereka gak tertawa saat orang betawi bicara dengan logat kental betawinya? kenapa mereka tidak terpingkal-pingkal saat orang sunda bicara ngomong dengan bahasa sundanya? kenapa mereka gak tertawa ketika mereka mendengar orang Amerika bebicara dengan bahasa English ? kenapa mereka tidak tertawa  saat mereka mendengar orang jepang ngomong dengan bahasa mereka? tapi saat kita (orang Ngapak) berbicara dengan bahasa sehari-hari kita mereka seperti layaknya sedang menonton serial komedi di TV. menurut saya pribaadi ini adalah suatu tindakan diskriminasi dan saya pantas untuk marah. ini hanya bahasa , dimana disetiap daerah punya ciri khas masing-masing.

apa salah bahasa kami sehingga kami di diskriminasikan? kami hanya ingin berbicara dengan bahasa kami , karena kami cinta dengan daerah asal kami.  kami tidak pernah menertawakan anda yang bebahasa selain bahasa kami , dan kami menghargai dan tidak menganggap bahasa kalian aneh. walaupun bahasa  kami terdengar kasar dan keras tapi itu hanya sebuah  dialek , sama seperti orang ambon dengan dialek mereka , sama seperti orang batak dengan dialek mereka. lalu apaa yang salah dengan dialek ngapak kita? seharusnya kita saling menghormati karena indonesia itu adalah negara kaya akan budaya bangsa , termasu kaya akan bahasa. dan ngapak adalah  satu dari ribuan dialek yang di miliki bangsa kita . apakah kita (orang ngapak) harus merdeka dan mendirikan negara sendiri dengan bahasa ngapak sebagai bahasa nasionalnya baru kami bisa sejajar dengan bahasa daerah lain?

suatu kejadian aneh saya alami saat saya di kenalkan dengan seorang cewek di rumah teman saya ,  saat itu dia baru datang kerumah teman saya dan kebetulan saat dia datang saya dan teman saya sedang ngobrol dengan bahasangapak karena teman  saya berasal dari purworejo dan dia bisa berbahasa ngapak meskipun menurut saya bahasany agak sedikit "maksa". secara tidak langsung dia mendengar dialek saya yang sangat kental ngapaknya dan setelah saya di kenalkan dengan cewek tersebut dan kita saling add friend di salah satu situs jejaring sosial saya sempat membaca status dia yang berbunyi kurang lebih "mas nya ganteng , tapi kok bicaranya ngapak???" sontak emosi saya terbakar dan langsung detik itu juga saya "block" dia . dan untungnya saya juga gak tertarik sama dia sebelumnya. saya pikir kalau pun ada cewek secantik apapun cowok sekeren apapun kalo asalnya dari BARLINGMASCAKEB dan sekitarnya pasti mereka itu bicara dengan bahasa ngapak. lalu salah juga yah kalo orang yang berbahasa ngapak punya wajah cantik atau ganteng? itu sama sekali tidak masuk akal di kepala saya .

jangan melihat buku dari sampulnya , jangan melihat orang dari tampilannya . dan jangan menilai orang dari bahasanya . kita sama-sama makhluk tuhan yang DIA ciptakan dengan segala perbedaan. kita punya ciri khas dan kita punya semboyan BERSATU KITA KOMPAK , BICARA KITA NGAPAK . ORA NGAPAK ORA KEPENAK , ORA NGAPAK DUPAK.  jadi salahkah jika saya berbicara ngapak ??




SUMBER PENULISAN
http://tendszone.blogspot.co.id/2012/06/yang-saya-tahu-tentang-bahasa-ngapak.html

Tugas Ilmu Budaya Dasar Makalah Tentang Kebudayaan Kabupaten Banyumas

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR

NAMA : Wien cakra pramono
NPM    : 17115145

KELAS  : 1KA08






KULTUR UMUM MASYARAKAT BANYUMAS
Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah, walaupun akarnya masih merupakan budaya Jawa. Hal ini sangat terkait dengan karakter masyarakatnya yang sangat egaliter tanpa mengenal istilah ningrat atau priyayi. Hal ini juga tercermin dari bahasanya yaitu bahasa Banyumasan yang pada dasarnya tidak mengenal tingkatan status sosial. Penggunaan bahasa halus (kromo) pada dasarnya merupakan serapan akibat interaksi intensif dengan masyarakat Jawa lainnya (wetanan) dan ini merupakan kemampuan masyarakat Banyumasan dalam mengapresiasi budaya luar. Penghormatan kepada orang yang lebih tua umumnya ditampilkan dalam bentuk sikap hormat, sayang serta sopan santun dalam bertingkah laku. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh feodalisme memang terasa tetapi itu bukan merupakan karakter asli masyarakat Banyumasan. Selain egaliter, masyarakat Banyumasan dikenal memiliki kepribadian yang jujur serta berterus terang atau biasa disebut Cablaka / Blakasuta.

SENI TRADISIONAL BANYUMASAN     
Seni dan Budaya khas Banyumasan tumbuh dan berkembang seusia dengan peradaban Jawa Kuna. Budaya Banyumasan juga diperkaya dengan masuknya gaya budaya Mataram (Yogya-Solo) dan Sunda (Pasundan/Priangan). Dari budaya Banyumasan ini lahir bentuk-bentuk kesenian tradisional yang juga berkarakter Banyumasan seperti ebeg, lengger-calung, angguk, wayang kulit gagrak Banyumasan, gendhing Banyumasan, begalan dan lain-lain. Sedangkan di wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah Jawa Barat lebih memiliki gaya budaya Pasundan seperti kesenian sisingaan, gendang rampak, rengkong, calung dan lain-lain.

1.      Ebeg
Ebeg' adalah jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Banyumasan. Varian lain dari jenis kesenian ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) juga reog (Jawa Timur). Tarian ini menggunakan “ebeg” yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan diberi kerincingan. Penarinya mengenakan celana panjang dilapisi kain batik sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari ebeg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan. Jumlah penari ebeg 8 orang atau lebih, dua orang berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan sebagai pemimpin atau dalang, 7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg bisa beranggotakan 16 orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg sedangkan penthul-tembem memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari massal, pertunjukannya memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti lapangan atau pelataran/halaman rumah yang cukup luas. Waktu pertunjukan umumnya siang hari dengan durasi antara 1-4 jam. Peralatan untuk Gendhing pengiring yang dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Selain peralatan Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang mesti disediakan berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda (dewegan),jajanan pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril, blendrong, lung gadung,( cirebonan), dan lain-lain. Yang unik, disaat pagelaran, saat trans (kerasukan/mendem) para pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling) atau barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, dhedek (katul), bara api, dll. sehingga menunjukkan kekuatannya Satria, demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet. Dalam pertunjukannya, ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.

2.      Laisan
Laisan adalah jenis kesenian yang melekat pada kesenian ebeg. Laisan dilakukan oleh seorang pemain pria yang sedang mendem, badannya ditindih dengan lesung terus dimasukkan ke dalam kurungan, biasanya kurungan ayam, di dalam kurungan itulah Laisan berdandan seperti wanita. Setelah terlebih dulu dimantra-mantara, kurunganpun dibuka, dan munculah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita lengkap. Laisan muncul di tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg komersial, salah seorang pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari berkeliling arena sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan juga dikenal di wilayah lain (wetan) dan mereka biasa menyebutnya Sintren.

3.      Lengger-Calung
Kesenian tradisional lengger-calung tumbuh dan berkembang diwilayah ini. Sesuai namanya, tarian lengger-calung terdiri dari lengger (penari) dan calung (gamelan bambu), gerakan tariannya sangat dinamis dan lincah mengikuti irama calung. Diantara gerakan khas tarian lengger antara lain gerakan geyol, gedheg dan lempar sampur. Tari LenggerDulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger.

4.      Angguk
Tarian jenis ini sudah ada sejak abad ke 17 dibawa para mubalig penyebar agama Islam yang datang dari wilayah Mataram-Bagelen. Tarian ini disebut angguk karena penarinya sering memainkan gerakan mengangguk-anggukan kepala. Kesenian angguk yang bercorak Islam ini mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan agama Islam. Sayangnya jenis kesenian ini sekarang semakin jarang dipentaskan. Angguk dimainkan sedikitnya oleh 10 orang penari anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun. Pakaian para penari umumnya berwarna hitam lengan panjang dengan garis-garis merah dan kuning di bagian dada/punggung sebagai hiasan. Celana panjang sampai lutut dengan hiasan garis merah pula, mengenakan kaos kaki panjang sebatas lutut tanpa sepatu, serta memakai topi pet berwarna hitam. Perangkat musiknya terdiri dari kendang, bedug, tambur, kencreng, 2 rebana, terbang (rebana besar) dan angklung. Syair lagu-lagu tari angguk diambil dari kitab Barzanji sehingga syair-syair angguk pada awalnya memang menggunakan bahasa Arab tetapi akhir-akhir ini gerak tari dan syairnya mulai dimodifikasi dengan menyisipkan gerak tari serta bahasa khas Banyumasan tanpa merobah corak aslinya. Bentuk lain dari kesenian angguk adalah ‘aplang’, bedanya bila angguk dimainkan oleh remaja pria maka ‘aplang’ atau ‘daeng’ dimainkan oleh remaja putri.

5.      Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Sebagaimana masyarakat Jawa pada umunya, masyarakat Banyumasan juga gemar menonton pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit di wilayah Banyumas lebih cenderung mengikuti pedalangan ‘gagrag’ atau gaya pedalangan khas Banyumasan. Seni pedalangan gagrag Banyumasan sebenarnya mirip gaya Yogya-Solo bercampur Kedu baik dalam hal cerita, suluk maupun sabetannya, bahasa yang dipergunakanpun tetap mengikuti bahasa pedalangan layaknya, hanya bahasa para punakawan diucapkan dengan bahasa Banyumasan. Nama-nama tokoh wayang umumnya sama, hanya beberapa nama tokoh yang berbeda seperti Bagong (Solo) menjadi Bawor atau Carub. Menurut model Yogya-Solo, Bagong merupakan putra bungsu Ki Semar, dalam versi Banyumas menjadi anak tertua. Tokoh Bawor adalah maskotnya masyarakat Banyumas. Ciri utama dari wayang kulit gagrag Banyumasan adalah nafas kerakyatannya yang begitu kental dan Ki Dalang memang berupaya menampilkan realitas dinamika kehidupan yang ada di masyarakat. Tokoh pedalangan untuk Wayang Kulit Gagrag Banyumasan yang terkenal saat ini antara lain Ki Sugito Purbacarito, Ki Sugino Siswacarito, Ki Suwarjono dan lain-lain.

6.      Gending Banyumasan
Gending khas lagu-lagu Banyumasan sangat mewarnai berbagai kesenian tradisional Banyumasan, bahkan dapat dikatakan menjadi ciri khasnya, apalagi dengan berbagai hasil kreasi barunya yang mampu menampilkan irama Banyumasan serta dialek Banyumasan. Ciri-ciri khas lainnya antara lain mengandung parikan yaitu semacam pantun berisi sindiran jenaka, iramanya yang lebih dinamis dibanding irama Yogya-Solo bahkan lebih mendekati irama Sunda. Isi-isi syairnya umumnya mengandung nasihat, humor, menggambarkan keadaan daerah Banyumas serta berisi kritik-kritik sosial kemasyarakatan. Lagu-lagu gending Banyumasan dapat dimainkan dengan gamelan biasa maupun gamelan calung bambu. Seperti irama gending Jawa pada umumnya, irama gending Banyumasan mengenal juga laras slendro dan pelog.

7.      Begalan
Begalan adalah jenis kesenian yang biasanya dipentaskan dalam rangkaian upacara perkawinan yaitu saat calon pengantin pria beserta rombongannya memasuki pelataran rumah pengantin wanita. Disebut begalan karena atraksi ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa disebut begal. Yang menarik adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan sipembegal biasanya berisi kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan disampaikan dengan gaya yang jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending. Sebagai layaknya tari klasik, gerak tarinya tak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting gerak tarinya selaras dengan irama gending. Jumlah penari 2 orang, seorang bertindak sebagai pembawa barang-barang (peralatan dapur), seorang lagi bertindak sebagai pembegal/perampok. Barang-barang yang dibawa antara lain ilir, ian, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendhil dan wangkring.
Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang. Pembegal biasanya membawa pedang kayu. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka mengenakan busana Jawa. Dialog yang disampaikan kedua pemain berupa bahasa lambang yang diterjemahkan dari nama-nama jenis barang yang dibawa, contohnya ilir yaitu kipas anyaman bambu diartikan sebagai peringatan bagi suami-isteri untuk membedakan baik buruk. Centhing, tempat nasi artinya bahwa hidup itu memerlukan wadah yang memiliki tatanan tertentu jadi tidak boleh berbuat semau-maunya sendiri. Kukusan adalah alat memasak atau menanak nasi, ini melambangkan bahwa setelah berumah tangga cara berpikirnya harus masak/matang. Selain menikmati kebolehan atraksi tari begalan dan irama gending, penonton juga disuguhi dialog-dialog menarik yang penuh humor. Biasanya usai pertunjukan, barang-barang yang dipikul diperebutkan para penonton. Sayangnya pertunjukan begalan ini tidak boleh dipentaskan terlalu lama karena masih termasuk dalam rangkaian panjang upacara pengantin.

Bahasa Banyumasan
Banyumasan atau mBanyumasan adalah: Kesatuan budaya, bahasa dan karakter yang hidup dan berkembang di masyarakat wilayah Banyumasan. Wilayah Banyumasan adalah sebuah wilayah yang terletak di bagian barat propinsi Jawa Tengah, Indonesia atau wilayah yang mengitari Gunung Slamet dan Sungai Serayu. Banyumasan sebagai kesatuan budaya adalah: akal budi, pikiran serta hasil kreativitas masyarakat Banyumasan yang tumbuh sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas yang memiliki karakter dan pola-pola tertentu.
Banyumasan sebagai kesatuan bahasa adalah: tuturan/ucapan dengan sistematika tertentu yang digunakan masyarakat Banyumasan untuk mewakili wujud suatu benda, tindakan, gagasan serta keadaan. Secara umum ini sebut sebagai bahasa Banyumasan yang menjadi salah satu identitas masyarakat Banyumasan.Banyumasan sebagai kesatuan karakter adalah : sikap mental dan nilai-nilai moral yang secara genetis hidup di masyarakat Banyumasan. Karakter Banyumasan sekaligus menjadi identitas masyarakat Banyumasan. Wilayah Banyumasan secara umum terdiri dari 2 bagian yaitu: Wilayah utara yang terdiri dari: Brebes, Tegal dan Pemalang, sertaWilayah selatan yang mencakup Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas.
Hal ini merupakan implikasi dari regionalisasi yang dilakukan pada jaman dahulu. Walaupun terdapat sedikit perbedaan (nuansa) adat istiadat dan logat bahasa tetapi secara umum dapat dikatakan satu warna, sama-sama menggunakan logat bahasa Jawa ngapak-ngapak dan sama-sama berbudaya penginyongan.
Dialek Banyumasan atau sering disebut Bahasa Ngapak. Ngapak adalah kelompok bahasa bahasa Jawa yang dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah, Indonesia. Beberapa kosakata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Bahasa Banyumasan Dituturkan di: Wilayah Banyumasan (Jawa, Indonesia) Wilayah: BanyumasanJumlah penutur:12 - 15 juta. Klasifikasi rumpun bahasa: Austronesia, Melayu-Polinesia, Melayu-Polinesia Barat, Sundik, Bahasa Jawa, Bahasa Banyumasan.
Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur. Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/ Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan (ngapak-ngapak). Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta danSurakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.






SUMBER PENULISAN
1.http://id.wikipedia.org/wiki/kabupaten_banyumas
2.http://id.wikipedia.org/wiki/banyumasan
4.http ://id.wikipedia.org/wiki/dialek_banyumas


Passive Voice & Causative Have // Bahasa Inggris Bisnis 2

Passive Voice          Passive voice  adalah bentuk kalimat dalam bahasa Ingris yang lebih menekankan terlaksananya kegiatan atau peri...